Senin, 17 Agustus 2015

GEPENG

Aku memanggilnya gepeng, itu bukan nama asli hanya sebutanku. Dia teman yang sering menemaniku tidur dari kecil. Kata ibuku gepeng ini tadinya gemuk, tapi seiring waktu iapun akhirnya mengecil dan tubuhnya pun menjadi kurus alias gepeng. Tapi tau tidak, seminggu lalu gepeng menghilang tanpa jejak. Kucek ke kamar, dapur, ruang keluarga, gepeng tidak ada. Ku berlari ke arah taman belakang. Biasanya gepeng suka bersantai disana dekat tempat jemuran. Nihil. Langkahku gontai memasuki rumah.

Malam harinya kamarku terasa sepi tanpa gepeng. Biasanya sebelum tidur aku suka bercerita tentang apa saja yang kualami seharian tadi. Dan gepang akan setia mendengarkan tanpa membantah di sebelahku. Kupaksakan mata ini terpejam. Berharap besok gepeng akan kembali menyapaku disaat aku terbangun.

Semburat sinar pagi menggelitik wajahku. Dan otomatis akupun terbangun dari tidur. Menggeliat, ku tengok sebelah kananku. Kosong. Gepeng tetap tak ada. Dengan langkah yang terseret, kupaksa keluar kamar dan memasuki kamar mandi.

Sehabis sarapan aku berniat berkeliling sekitar rumah untuk mencari keberadan gepeng. Walau mungkin para tetangga akan sulit mengenali temanku ini. Dua tetangga kiri kanan ku sudah kutanyakan, tapi mereka malah bingung. Karna memang jarang sekali gepeng keluar rumah. Tapi niatku belum surut, aku harus menemukan gepeng!

Tak terasa langkahku sudah mencapai ujung jalan, kulihat di lapangan banyak anak-anak bermain bola. Mungkinkah salah satu dari mereka tahu akan keberadaan gepeng bila kutanyakan? Kutatap mereka lama. Tanpa sengaja, ada bola menggelinding ke dekat kakiku. Seorang bocah menghampiri untuk mengambilnya.

“permisi kak.. mau ambil bola”, kuanggukan kepalaku. Sesaat aku memanggil lagi bocah yang sedang menuju ke teman-temannya kembali. “hei dik..!”, teriakku. Bocah itu kembali mendatangiku. Segera kutanyakan perihal gepeng kepadany. “sebentar yah” kata anak itu dan segera berlari menghampiri teman-temannya yang lain. Terlihat mereka saling berbicara satu sama lain. Tak lama bocah si pengambil bola kembali menghampiriku.

“kemarin teman saya ada yang melihat, gepeng bersama seekor anjing pergi menuju komplek belakang. Lalu ada seorang pemulung mendekati mereka. Habis itu temen saya gak tau lagi kak.” ahh ketakutan mulai menyergapku. Kuucapkan terimakasih lalu segera berlari ke arah komplek belakang, tidak lupa kutanyakan ciri-ciri si pemulung.

Komplek belakang terkenal memang sepi, jarang warganya yang keluar untuk berbaur. Kucari pemulung bermodal ciri-ciri yang disebutkan anak-anak tadi. Sejam. Dua jam. Tidak terlihat pemulung tersebut ataupun pemulung yang lain. Pupus sudah harapan menemukan gepeng.
3 hari sudah gepeng tidak menemani ku tidur. Hampa.

Di hari kelima, sepulang sekolah ibu menyambutku di teras dengan senyuman. “cepat ganti baju dan menuju ruang makan, ibu punya sesuatu untuk menghilangkan kesedihan mu beberapa hari ini”, katanya. Kubilang saja kalau itu hanya sesuatu untuk menggantikan posisi gepeng, ibu hanya melakukan hal yang percuma. “ini lain”, sahut ibuku lagi.


Kupatuhi perintah ibu. Selesai mengganti pakaian aku duduk di meja makan. Tiba-tiba ada sesuatu menutup matanya. Suaranya menggema di telingaku “sekarang coba lihat ke belakang”. Kutengokkan kepalaku dengan sedikit malas, tapi senyumku merekah dengan segera ketika kulihat gepeng duduk di bangku belakangku. Kupeluk dia, kuhirup aroma tubuhnya yang khas. Tidak berubah. Akhirnya.. gepeng kembali. Yah, gulingku kembali. Ibu menemukannya saat seorang pemulung membawanya. Gepeng menghilang saat ibu sedang menjemurnya di teras depan. Mungkin saat itulah seekor anjing membawanya. Tidak penting sudah, yang pasti nanti malam gepeng akan menemani ku tidur kembali.

0 komentar:

Posting Komentar