Alkisah hiduplah seorang pemuda miskin
yang bekerja mencari kayu bakar di hutan untuk dijual, Brata nama pemuda itu.
Pekerjaannya ini menuntutnya harus bekerja keras demi mendapat makanan
sehari-hari. Suatu ketika dalam pencarian mencari kayu bakar di hutan yang
dianggapnya sedang kurang menghasilkan, dirinya merasa lelah. Apalagi sudah 2
hari dirinya belum makan, maka semakin lemaslah ia. Kemudian disaat ia
menyenderkan badannya ke sebuah batang pohon yang cukup besar dan tua, badannya
terperosok ke dalam. Karena kaget segera ia berusaha mengangkat badannya, dan
menemukan sebutir telur di dalam pohon tersebut. Terbit air liurnya melihat
telur tersebut, terbayang dadar telur ataupun telur rebus di kepalanya bila ia
mengambil telur tersebut. Lalu dengan perlahan diambilnya telur tersebut, tapi
betapa kagetnya ketika Brata berbalik sudah ada ular dengan mata yang penuh
amarah berdiri di depannya. Sang ular menatap tajam ke arah Brata seraya
berkata, “siapa kau? Berani mengganggu kediamanku dan berusaha mengambil
telurku?!”. Dengan penuh ketakutan Brata berkata, “aku..aku..sangat lapar.
Maafkan aku yang lancang karna telah mengambil telurmu ibu ular..”. “tidak
bisa!!”, teriak ular tesebut. “tidak ada yang berani melawan Nyai Kenanga, aku tidak
akan mengampunimu. Bersiaplah kau akan kumangsa!”. “jangan!!! Ampun....aku akan
menuruti keinginanmu asalkan kau tidak membunuhku” Brata berkata penuh
ketakutan. Nyai Kenanga lalu merasa iba, “baiklah, aku akan mengampunimu
asalkan kau mau menjadi suamiku” ujar Nyai Kenanga. Dengan pasrah Brata
memenuhi syarat tersebut dan tinggallah ia di hutan.
Beberapa tahun kemudian, Nyai Kenanga
dan Brata melahirkan anak bernama Meranti. Meranti tumbuh menjadi gadis yang
baik hati, ia akrab dengan para penghuni hutan. Walaupun tubuh Meranti terdapat
sisik di beberapa bagian tubuhnya, ia tidak berkecil hati. Suatu ketika adalah
seorang Pangeran Muda yang datang ke hutan, pangeran ini bernama Sanjaya. Pangeran
Sanjaya senang berburu binatang di hutan, dan suatu saat di hari perburuan
Pangeran Sanjaya dirinya melihat ular besar yang sedang merayap di batang
pohon. Pangeran Sanjaya bersiap membidik, tanpa disadarinya di kejauhan tampak
Meranti yang memperhatikannya. Ular besar tersebut adalah Nyai Kenanga yang
sedang ingin beristirahat. Saat busur panah siap melesat, Meranti segera
berlari ke arah ibunya dan pundaknya terluka terkena anak panah. Pangeran
Sanjaya terkejut ketika anak panahnya mengenai seorang gadis, segera ia hampiri
gadis tersebut dan melupakan ular besar yang telah kabur. Meranti merintih
kesakitan, tapi sakitnya dengan cepat terlupakan karena terpesona dengan
ketampanan sang Pangeran. Pangeran yang merasa bersalah menawarkan diri untuk
membawanya ke kota untuk mengobatinya tapi ditolak oleh Meranti. Meranti hanya
ingin pulang ke rumahnya, sesampai mereka berdua di rumah Pangeran kaget
melihat sang ular ada di rumah tersebut dan Pangeran lebih kaget lagi ketika
mengetahui bahwa ular tersebut adalah ibu Meranti.
Beberapa hari kemudian Pangeran sering
mengunjungi Meranti untuk memastikan keadaannya. Lain lagi di Istana, Raja
Durga ayahanda dari Pangeran Sanjaya merasa bingung dengan putranya yang tiap
hari pergi ke hutan dan pulang tanpa hasil buruan. Diam-diam diikutinya sang
putra ke dalam hutan, dan betapa kagetnya ketika ia tahu putranya berteman
dengan wanita siluman ular. Sesampainya Pangeran Sanjaya di istana, Raja Durga
marah besar. Ia melarang putranya datang ke hutan, tapi apa mau dikata Pangeran
Sanjaya terlanjur jatuh hati dengan kebaikan hati Meranti. Tidak terima dengan
perkataan anaknya, Raja Durga diam-diam berencana menbunuh wanita siluman itu.
Keesokan harinya Raja mendatangi
kediaman Meranti, dlihatnya Meranti sedang sibuk memasak di dapur. Raja Durga
mendekati perlahan dengan pisau di genggamannya. Sialnya sebelum Raja berhasil
menusuk Meranti, dirinya sudah terlebih dahulu dililit oleh Nyai Kenanga dan
mati lemas karenanya. Dan akhirnya dari penjelasan Nyai Kenanga, Pangeran
Sanjaya pun bisa memahami dan mereka berdua yaitu Pangeran Sanjaya serta
Meranti menikah dan hidup bahagia meneruskan tahta sang Raja di istana.
0 komentar:
Posting Komentar