Lampu di handphone ku menyala, tanda ada pesan yang masuk. Saat
itu pukul 1 dini hari. Mataku belum terpejam, bahkan bisa dibilang tidak
mengantuk sama sekali. Kuambil handphone ku lalu kubaca pesan yang ternyata
darinya. Pesan itu berbunyi “sudah sedekat ini tapi masih saja tidak bisa
bersama, aku rindu kamu. Sungguh”. Aku tersenyum, sambil segera membalas
pesannya, “kan barusan ketemu, masa masih rindu. Gimana kerjaanmu malam ini?”. Ting.
Pesan baru sudah masuk kembali, “enggak fokus, kepikiran kamu. Belum tidur?”
dan kujawab “nanti penilaianmu jelek kalau males kerja. Belum ngantuk nih”. Agak
lama dia tidak membalas pesanku, sekitar 10 menit kemudian pesan baru masuk, “tidur
sana, kita akan pergi jauh nanti. Jangan sampai malah kamu tidur di jalan. Selamat
tidur :* “.
Hehe.. membaca pesan itu membuatku lupa membalas, dan sepertinya
dia menunggu balasanku karena pesan selanjutnya begitu terlihat tidak sabaran, “aku
beneran ditinggal tidur nih?”. Langsung saja kubalas, “iya aku tidur duluan
yah, kamu kerjanya yang fokus. Hati-hati”. Kutarik selimutku menutupi muka. Cuaca
diluar terasa dingin, mungkin karena dekat dengan laut tapi entah kenapa
tubuhku rasanya hangat. Yah mungkin karena cinta.
Alarm di handphone ku berbunyi, tersetting pukul 5 pagi
seperti alarm aku biasa bangun untuk berangkat kerja. Tubuhku tampaknya terlalu
tidak sabaran hari ini, beda sekali dengan bangun pagi di ibukota. Aku mengecek
kotak pesan, tidak ada yang baru. “mungkin dia sibuk”, pikirku. Sarapan pagi
pasti belum tersedia, dan kebetulan aku juga bukan orang yang biasa sarapan. Tapi
apa boleh buat, tidak sarapan saat di hotel itu sebuah kerugian dan aku bingung
harus melakukan apa untuk menunggu satu setengah jam lagi kira-kira.
Aku menyalakan tv kabel, membuka jendela, lalu pergi ke
kamar mandi. Membuang sesuatu yang harus dibuang, iya itu saja yang kulakukan. Sambil
bermain game di handphone, ritual ini bisa memakan waktu hingga setengah jam. Ide
bagus bukan?.
Jam di handphone menunjukkan pukul 05.35, kuketik pesan
untuknya “aku sudah bangun, kayanya kepagian. Kamu masih di kantor?”. Pesan dikirim.
Ku tuntaskan hajatku, lalu kembali menggelung di kasur. Pesanku tidak terbalas
hingga pukul 6 pagi.
“aku mandi dulu, baru nanti aku ke hotel yah”, begitu
katanya. Kujawab, “iya, jangan sarapan. Bareng saja nanti disini”. “ok”,
singkat dibalasnya. Aku masih malas mandi, lantai kamar mandinya tadi dingin
sekali dan sendal kamar tidak sengaja terguyur air olehku. Air panas yang ada
pun tidak membuat keinginan untuk mandi datang. Jadi kuputuskan menunggu dia saja,
lalu sarapan. Mungkin perut yang terisi membuat badanku jauh lebih hangat untuk
mandi nanti.
Pukul 7 lewat 15 menit, ada yang mengetuk pintu kamar ku. Kukira
dia ternyata bukan. Room service menanyakan apakah mau dibersihkan sembari aku
sarapan. Teringat genangan air di kamar mandi, jadi kuputuskan untuk
membersihkan dan aku pergi ke restoran sembari menunggunya. Di restoran
ternyata ramai, petugas hotel meminta kartu makanku tapi aku mengatakan hanya
ingin melihat saja. Lalu akupun beranjak ke lobby hotel.
Dan akhirnya aku memutuskan sarapan terlebih dahulu. Bukan karena
lapar, tapi terlampau salah tingkah karena dia tak kunjung datang. Kulihat jam
tangan, pukul 9 pagi. Pesan dan telepon ku padanya tidak mendapat jawaban. Sedikit
dongkol, aku menyelesaikan sarapanku lalu kembali masuk ke kamar. “apa dia
sengaja mau membiarkan aku sendirian disini?”, sempat terpikir bahwa dia menjahatiku.
Sekitar 10 menit aku dikamar, handphoneku berdering. Suara di
ujung mengatakan, “aku diluar nih, bukai dong pintunya”. Kubuka pintu kamar,
dan dia yang sudah membuatku kesal Cuma memamerkan deretan giginya yang rapih. “maaf
ya lama.. aku isi bensin dulu tadi”, begitu alasannya. Aku menyuruhnya untuk
sarapan sendiri sembari aku mandi. Dia kaget ternyata aku belum juga mandi dan
tega karena sarapan duluan, tapi dia segera ke restoran saat kubilang semua
menu makanannya hampir habis. “makan yang banyak yah, sekalian perbaikan gizi
wahai anak kos”, kugoda dia sambil menutup pintu kamar dan bergegas mandi. Hanya
butuh waktu 15 menit untuk aku mandi dan bersiap, lalu kususul dia ke restoran.
“belum selesai juga makannya?”, kutanya sambil menarik kursi untuk duduk. “katanya
suruh perbaikan gizi, ini belum semuanya dicoba”, jawabnya dengan mulut penuh
makanan. Aku tersenyum simpul. Sekilas kulihat tubuhnya sekarang, tidak seperti
orang kekurangan makan sebenernya. Malah tubuhnya kini lebih berisi, pipinya
saja semakin bulat. Dan tanpa sadar aku pun tertawa. Dia bingung melihat ku
tertawa sendiri tapi tidak berani menanyakan ada apa.
Sekarang kami sudah siap untuk menjelajah, aku duduk manis
di sebelahnya sambil ngemil kacang yang dia beli di warung kelontong tadi. Kutanya
mau kemana, dia hanya bilang “pokoknya jauh, yang penting sama aku”. Jalanan disini
menurutku sudah bagus walau tidak terlalu lebar. Semuanya sudah di aspal, hanya
saja bila berpapasan dengan kendaraan lain sering mengagetkan. Laju pacu mereka
tidak ada yang lambat, mungkin karena dipikir masih jarang kendaraan disini,
terutama untuk roda 4.
“wah jangan-jangan kita terlewat, daritadi kok enggak ada
papan penunjuknya yah? Ini sih kita udah beneran jauh banget jalannya”, entah
dia bicara sendiri atau denganku. Dia memutar balik mobil, dan sekitar 4 km
kemudian dia memasukkan ke jalanan rusak dengan papan penunjuk yang sudah mulai
apuk. “ini dia tempatnya, surga tersembunyi..”, aku masih penasaran dengan
perkataannya tapi ternyata itu memang surga tersembunyi. Hamparan pasir putih,
air yang jernih dan tidak terlalu dalam, didukung langit yang sangat cerah saat
itu, membuat pemandangan pantai yang sungguh mempesona.
“coba kita bawa serokan, terus bisa bakar ikan sekalian deh”,
kataku padanya saat melewati jembatan kayu kecil. Air di bawah jembatan didiami
ikan-ikan seukuran telapak tangan yang hilir mudik, banyak sekali. Kami berdua
berjalan menyusuri pinggir pantai lalu berhenti untuk duduk di atas dahan
kelapa yang sudah ambruk. “aku tahu kamu gak suka air, tapi disini kebanyakan
hanya ada pantai, maaf ya”, aku hanya mengangguk saat dia berkata seperti itu. Kami
banyak bercerita, juga berfoto berdua, malah bisa dibilang dia yang lebih
banyak ingin berfoto berdua. Aku akhirnya bertanya karena penasaranku yang
terlanjur besar, “kamu biasanya ngapain kalau lagi kesepian? Disini hiburannya
apa?. Dia melihatku lalu berkata, “kamu.. hiburannya kamu”. “kok aku?”, aku
bingung. “iya, aku liatin aja foto-foto kamu terus cerita sendiri hari itu aku
ngapain. Atau enggak aku nonton video dari kamu, dengerin lagu-lagu yang kamu
kasih. Pokoknya tentang kamu”. Aku tersipu, “memangnya enggak bosen?”. “enggak..
kalau aku bosen aku enggak bakal minta kamu buat datang kesini”. Aku menunduk,
air mataku mulai menggenangi mata. Kadang aku benci sekali, bagaimana bisa dia
dengan santainya berbicara suatu hal yang membuatku terasa sangat berarti. Disaat
keluargaku saja jarang perduli, dia dengan tutur manisnya membuatku menjadi
orang paling spesial di dunia.
“Anginnya mulai kencang lagi nih, pasirnya jadi keman-mana. Pulang
aja yuk, sekalian kita cari makan siang”, akupun mengiyakan. Di jalan pulang
dia bilang kalau nanti sore mobil bosnya ini harus dikembalikan karena mau
dipakai. Akupun berkata tidak apa, jangan dipaksakan. Jadi akhirnya kami
mencoba mencari makan dekat rumahnya saja, sekaligus memulangkan mobil. Di dekat
rumahnya kami berhenti sebentar di warung bakso, dia bilang aku harus mencoba
bakso disini. Dan ternyata rasanya.. ah sudahlah, jakarta memang juaranya. Dia
hanya terkekeh melihat ekspresiku saat memakan suapan pertama.
Selesai makan, kami segera menuju rumah bosnya untuk
mengembalikan mobil. Aku pun dikenalkan pada bosnya, sedikit berbincang ramah
tamah. Wajah bosnya mengingatkanku pada seorang artis lawas yang aku lupa
namanya. Kemudian kami pun pamit pulang ke rumah.
Di rumahnya, ternyata ada satu orang kawannya dan beberapa
tamunya. Aku merasa tidak enak, dan dia melihat perasaanku itu. Lau dia
menuruhku untuk menunggu di kamar saja, karena dia mau ke kantor sebentar. Sebenernya
aku tidak mau ditinggal, tapi dia berkata jarak kantornya hanya 5 menit dari
sini dan berjanji tidak sampai setengah jam dia akan kembali. Mau tidak mau aku
menerima, dan kuputuskan menonton film yang ada di laptopnya.
Jam 6 sore dia kembali, diluar masih bisa kudengar suara
tamu yang justru semakin ramai. Dia berkata kita kembali ke hotel sebelum
gelap. Kali ini kami naik motor miliknya, berboncengan, sambil menikmati angin
malam. Kami melewati jalanan yang kanan kirinya penuh tumbuhan bakau, gelap
sekali, paling hanya sesekali lampu dari kendaraan yang saling berpapasan
menerangi. Tak sengaja aku melihat ke atas langit, dan kulihat bintang seperti
bertaburan indah sekali. “wahhh bagus banget bintangnya, keren!!”, teriakku. “di
jakarta enggak akan bisa lihat yang begini, kalah sama lampu gedung dan jalanan”,
sahutnya.
Sampai di hotel, dia langsung permisi untuk mandi. Tapi rasanya
kalau aku tidak ingin mandi, paling hanya bersih-bersih. 10 menit dia keluar,
lalu menyuruhku mandi dan kujawab, “malas”. Aku hanya cuci muka, menyabuni
tangan dan kaki, lalu gosok gigi. Kulihat dia sedang asik menonton saat aku
selesai dari kamar mandi. Aku duduk di sebelahnya lalu mencium pundaknya, “wangi
banget sih”. Dan dia menciumku sekilas, di bibir. “kamu juga wangi”, katanya.
Malam itu kami habisnya di kamar saja menonton tv dan
memesan makan malam dari restoran. Aku pun bertanya apakah dia masuk malam
lagi, “libur”, jawabnya. Sekitar jam 10 aku merasa ngantuk, kutanya apakah dia
akan pulang atau menginap. Dia kembali menanyakan padaku, mau ditemani atau
tidak. Kujawab, “nginep aja, sayang kasur yang sebelah situ gak ditidurin”. Dia
melirik kasur, dan mengangguk. Aku memang mendapat kamar dengan dua kasur
single. Jadi rasanya agak aneh saat semalam aku tidur sendiri.
Kami sudah asik bergelung di balik selimut masing-masing,
dan tanpa memakan waktu lama akupun sudah bisa mendengar dengkurnya yang
semakin lama semakin keras. Dua kali aku memencet hidungnya agar terbangun,
tapi tak lama dia kembali mendengkur. Aku salah strategi, harusnya aku tidur
sebelum dia. Rasa kantuk yang tak tertahan tapi tidak bisa tidur karena suara
yang berisik membuatku frustasi. Iri sekali melihatnya tidur pulas sedangkan
aku memejamkan mata saja tidak bisa. Sempat aku masuk ke kamar mandi dan berpikir
untuk tidur disana, tapi itu hanyalah ide yang buruk. Dan mau tak mau, aku
terpaksa terjaga semalaman.
...... bersambung
0 komentar:
Posting Komentar