Sabtu, 31 Desember 2016

31 Desember (Part 5)

aku masih ingat sekali bagaimana aku menghabiskan hari terakhir sebelum pergantian tahun itu. di pagi harinya kami sarapan tanpa banyak bicara, bahkan saat check out hotel kami sempat beradu mulut siapa yang mau membayar biaya penginapan. saat itu aku memang memegang uang tunai lebih, jadi menurutku biar pakai uangku saja daripada harus menunggu dia mengambil uang di ATM terlebih dulu. "mesin debit nya sedang bermasalah pak", begitu kata resepsionis. wajahnya semakin masam sehabis itu, di jalan dia bilang, "tolong biarkan aku terlihat berguna sebagai laki-laki, aku bisa membayar itu, aku sekarang sudah punya cukup uang walau tidak banyak". "iya aku tahu, maaf ya.. lain kali kamu harus mentraktirku makan enak di Jakarta", sahutku sambil mengusap punggungnya.

hari itu entah dia sadar atau tidak, aku menggunakan kesempatanku bermanja dengannya. aku tidak ingin dia mengantarku nanti dengan mood yang tidak enak seperti ini. lalu aku pun iseng memfoto dirinya dari pantulan di spion motor, biar nanti dia lihat wajahnya yang masam. "nih, muka kamu kalau manyun. gantengnya hilang deh.. tapi aku nya jadi makin gemes", kusodorkan handphoneku ke depan mukanya. dia melirik sekilas, lalu tersenyum. "ah jangan kalau gitu, masa nanti kamu lihatnya foto aku lagi manyun kalau kangen. ayok foto lagi". dan aku pun kembali memfoto dirinya dengan angle yang sama, tapi dengan wajahnya yang tersenyum.

perjalanan ke rumahnya sedikit lebih lambat, sepertinya dia sengaja membawa laju motornya di bawah standar. biarlah.. tidak mengapa, kugunakan kesempatan ini untuk memeluk tubuhnya, merasakan punggungnya yang lebar di pipiku, menghirup aroma tubuhnya, serta wangi pengharum di pakaiannya. aku mencoba merekam semua itu di pikiranku, tidak boleh tidak.

di rumahnya ternyata sepi, kawan-kawannya sedang keluar menyiapkan acara tahun baru nanti malam di rumah seorang kawan yang lain. hari ini dia akan masuk sore, dan baru kembali sekitar pukul 9 malam. tandanya aku punya banyak waktu sendiri nanti, lebih baik aku mulai menyiapkan bahan makanan nanti sore saja pikirku. "jadi nanti yang akan di rumah siapa saja?, kalau tidak banyak lebih baik bahan makanan kita dibagi ke tempat kawanmu", kataku kepadanya saat dia sedang mencuci pakaian. "ahh kalau tidak ada orang ya aku saja yang habiskan sendiri, kalau tidak sanggup bisa disimpan buat makan esok hari lagi", jawabnya sambil memasukkan sabun ke mesin cuci. "mana pakaian kotormu? sini biar kucuci sekalian", tanyanya padaku. "enggak usah, biar nanti aku cuci sesampai di rumah saja", kataku. "bawa pakaian kotor itu berat, mending dicuci biar ringan.. lagian juga sekalian ini, mataharinya juga bagus pasti cepat kering", alasannya padaku. akhirnya aku pasrah saja saat dia memasukkan plastik baju kotorku ke mesin cuci.

salah satu hal yang membuatku juga senang kepadanya, bahwa dia bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. bahkan bisa dibilang hasil kerjanya lebih rapih daripada aku yang perempuan. aku sebagai perempuan paling tidak suka mencuci dan menyetrika. tapi lain hal dengan dirinya, dia sudah terbiasa mencuci pakaiannya sendiri dari remaja. "risih", menurutnya kalau harus dicuci orang lain. hanya saja kalau aku yang memberikan alasan itu kepadanya, malah cibiran yang aku dapat.

pukul 2 siang, sembari menunggu dia selesai mandi untuk pergi ke kantor, aku menggorengkan ayam dan tempe goreng untuk makan siangnya. dia tidak menyelesaikan berpakaiannya, hanya bercelana pendek dan bertelanjang dada dia menyantap apa yang telah kusiapkan. "aku nambah ya.. kan tidak ada orang lagi", katanya dengan ekspresi seperti anak kecil. kalian tau tidak? aku sangat menantikan wajah saat dia sedang memakan masakanku, wajah yang menunjukkan seolah masakanku lah yang terenak, sekalipun itu cuma lauk sederhana dan rasanya biasa saja. entah bagaimana aku bisa mendapatkan sensasi ini lagi nanti ketika aku kembali rindu padamu, sedangkan kita berjauhan satu sama lain.

"aku absen sebentar, nanti aku kembali lagi sembari menunggu kawanku kembali", dia pamit setelah selesai makan. selang 5 menit dia pergi, kawannya datang bersama 2 kawannya yang lain. "kakak sendiri saja dirumah? sudah berangkat ya dia?", tanyanya. "mau absen dulu katanya, nanti kembali lagi", jawabku. tidak lama dia benar kembali, dia juga mengatakan pada kawan rumahnya tidak banyak kerjaan di kantor, jadi dia berniat kembali jam 4 saja nanti. aku sebenarnya agak kuatir dengan cara dia bekerja seperti itu, tapi menurutnya itu sudah biasa dan kebanyakan karena rumah para karyawan itu dekat jadi saat istirahat mereka kembali ke rumah.

saat kawan rumahnya ingin keluar, dia sempat mengingatkan, "jangan lama-lama, kasian nanti nonaku di rumah sendirian". "ikut kita saja yuk kak, main golf. cuma sebentar nanti sebelum magrib pun kita kembali", katanya. aku menggeleng, "ditunggu di rumah saja". dan jam 4 lebih sedikit, dia pun kembali ke kantor, meninggalkan aku sendiri di rumah. sebelum pergi dia mengingatkan untuk mengunci semua pintu, dan bila ada yang mencari tidak perlu dijawab.

saat magrib, kawan rumahnya kembali mengetuk pintu rumah. aku pun segera keluar kamar dan membukakan pintu. kulihat peluh membasahi tubuhnya, diapun membuka pintu depan dan membuka bajunya untuk menganginkan badan. aku yang melihatnya sedikit malu dan memilih masuk ke kamar dan menutup pintu.

aku mendengar ada orang mandi, kupikir itu pasti kawannya yang tadi pergi mandi. setelah aku yakin dia sudah masuk kamarnya, aku keluar dan menggorengkan ayam kembali dan membuat telur dadar untuk makan malam. kutawarkan pada kawan rumahnya, dan dia hanya bilang "iya nanti dulu, bareng dengan yang lain". dan ternyata kata bareng dengan yang lain benar adanya, dia dan kawan rumahnya yang lain kembali ke rumah pukul 8 malam. mereka makan bersama, begitupun dengan aku yang bergabung dengan mereka.

"ada kerjaan mendadak nih, kayanya aku agak telat pulang. paling tidak jam 10 aku baru sampai rumah", dia mengatakan itu padaku. dia juga berkata pada kawannya, kalau nanti giliran shiftnya yang akan melanjutkan pekerjaan mendadak itu. aku hanya bisa mencoba memaklumi. dan tidak lama aku kembali ditinggal sendiri di rumah.

pergantian tahun tinggal beberapa jam lagi, di handphoneku sudah ramai teman-temanku yang asik dengan liburan mereka menyambut pergantian tahun baru. sedangkan aku, aku hanya berharap bisa menghabiskan detik-detik pergantian tahun dengan orang yang paling aku cintai. yang sekarang belum datang, karena sibuk dengan pekerjaannya.

"aku pulang nih.. bukain pintunya dong", suara khasnya mengagetkanku yang sedang mendengarkan musik. saat kubuka pintu dia langsung memelukku, "maaf ya jadi nungguin lama". aku membalas pelukannya dengan ciuman di pipi, "bau asem.. bersih-bersih sana", kataku. dia memberikan salam hormat sambil berkata, "oke bos!".

setengah jam lagi tahun sudah berganti, kami menikmati pergantian tahun dari teras rumah. kembang api sudah mulai dinyalakan. bunyi alunan musik dari acara kantornya yang diadakan di lapangan komplek masih terdengar. kami hanya saling menyenderkan badan satu sama lain, menggenggam tangan. tidak terasa bunyi terompet saling bersahutan pertanda tahun telah berganti. kami saling pandang, dan mengucapkan selamat tahun baru. "semoga kita jadi orang yang lebih baik lagi ya.. dan semakin sayang satu sama lain", katanya. "semoga pekerjaan dan rejeki kita juga semakin bagus, jangan pernah berubah ya", kataku kepadanya. iya jangan pernah berubah, satu kalimat yang sedikit aku tekankan. aku takut semua akan berbeda nantinya, tentang kita, tentang hubungan ini.

hanya 5 menit setelah tengah malam lewat, kami memutuskan masuk ke dalam rumah. dia kembali memakan makanan yang awalnya disiapkan untuk kumpul tahun baru, apa daya kebanyakan kawan-kawannya ada yang bmasuk kerja dan memiliki acara sendiri. aku masih menatap keluar jendela menikmati aksi kembang api. cukup meriah dan bagus, tidak kalah dengan Jakarta. langit malam itu berwarna-warni, silih berganti.

aku bilang padanya kalau aku mengantuk, ternyata dia pun begitu. kami pun akhirnya masuk ke kamar, ini pertama kalinya aku merasakan tidur di kamarnya setelah hampir 5 hari aku berada disini. kasurnya cukup untuk berdua, yang ternyata aku baru tau kalau kasur ini baru dibelinya saat dia tau aku setuju untuk datang ke tempatnya. saat ini kami saling berhadapan di atas kasur, aku menatap wajahnya, menikamti setiap lekukan yang ada. alis yang tebal, mata yang sayu, hidung yang besar yang suka aku ledek boros oksigen, bibirnya juga mungil sepertiku, tapi warnanya lebih merah daripada aku. dalam hati aku mengatakan maaf terus menerus, maaf dengan alasan yang banyak sekali yang tak bisa aku utarakan.

"kamu kok sedih?", ucapannya membuyarkan lamunanku. "enggak sedih kok, kenapa bilang gitu?", aku mengelak. "iya kamu keliatan sedih, malah sampe bengong", katanya lagi. aku tidak berani berkata, takut air mata ini tumpah dan dia melihatnya. kuputuskan untuk menaruh kepalaku di dadanya, kunikmati setiap hela nafas dan detak jantungnya hingga akupun tertidur.


....... bersambung

0 komentar:

Posting Komentar